Naik Ke Puncak Gunung Pulosari Pandeglang

Woooo,, hari minggu akhirnya datang juga. Kami teman selesan sudah berjanji akan pergi rekreasi bersama untuk muncak bareng ke Gunung Pulosari yang berlokasi di Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten.

Sebelumnya perkenalkan kami bersepuluh. Aku adalah yah kalian tahu sendiri siapa aku. Yapzz benar, aku adalah Bayu admin dari blog ini. Tak lupa pula, Ke 9 orang lainnya adalah para pengikut setia aku yang beranggotakan 2 orang Perempuan muda cantik-cantik berumur 22 dan 23, serta ke 7 pria telah berumur separuh baya. Hahahah

Simak fotonya....
Bayu n the genk
Hari minggu tepatnya tanggal 7 februari 2016. Kami memutuskan untuk mengadakan Outing Class yang berbeda dengan acara sebelumnya. Iyah kami memutuskan untuk pergi muncak bersama... yeay

Awalnya pilihan kami adalah pergi ke Pantai, namun karena pantai merupakan tempat yang sudah terlalu mainstream buat kami. Ya sudah akhirnya munculah sebuah gagasan untuk muncak bersama dan diamini oleh semua anak. Mau nggak mau aku juga harus setuju.

Kalau boleh jujur, aku sendiri lebih senang pergi ke pantai daripada pergi ke gunung. Yah bukannya apa-apa, tapi serasa lagi nggak mood aja buat capek-capek naik ke puncak. Selain itu juga sudah lama sekali aku tidak pergi muncak, yang ditakutkan adalah menyerah sebelum waktunya. Hahah. Perlu persiapan mental dan fisik yang harus disiapkan sebelum naik ke puncak. Hehe.

Berbekal doa akhirnya aku pun juga mengiyakan untuk pergi muncak bersama.

Pada hari jum’at, sewaktu les. Seperti biasa kami rapat mengenai apa-apa yang harus disiapkan sebelum muncak. Mulai dari motor hingga makanan. Aku kebagian jatah persiapan makan makanan, mulai dari nasi serta lauk pauk. Aku dibantu oleh Ms Yanu, Tutor kami. Beliau bertugas untuk memasak ayam. Sedangkan aku menyiapkan mulai dari nasi hingga lauk pauk tambahan.

Pertama janjian, kami memutuskan untuk tidak muncak sampai ke atas. Namun hanya sampai ke curug kalau tidak salah. Hal ini dikarenakan kami tidak berencana untuk menginap di puncak melainkan hanya numpang makan dan foto disana. Hehehe. Lagipula kami juga tidak  berniat untuk menyewa tenda ataupun matras dan lainnya. So main ke curug menjadi satu-satunya pilihan yang bijak.

Namun... kenyataannya yang dijanjikan berbeda dengan kejadian. -_-

Hari yang dinanti tiba juga. Aku yang ditugaskan untuk memasak masakan mengharuskan aku bangun sepagi mungkin. Yah aku bangun pukul setengah 4 dari rencana awal bangun jam 3.

Karena telat setengah jam, dengan gesit aku turun ranjang dan berlari menuju dapur untuk memasak ekstra cepat. Mulai dari nanak nasi, motong bawang, serta bumbu-bumbu lainnya. Pukul setengah 6 pagi semuanya beres. Nasi bungkus, kentang balado dan omelet mie. Hahaha #MasterChef

Segala perlengkapan masuk dalam tas, dan aku berangkat pukul setengah 6 pagi menuju tempat janjian kami.

Aaahhh namanya juga Indonesia, jam adalah karet. Kami janjian pukul 6 untuk kumpul akhirnya ngaret sampai 1 jam lamanya karena  anak-anak yang belum pada siap. Hhrrrr.

Hanya 3 orang yang ontime saat itu, yaitu Aku, Ms Yanu dan Mas Imam. Yang lain telatnya bervariasi, mulai dari 10 menit, 20 menit, dan ada yang telat setengah jam karena ketiduran. Nggak banget kan alasannya?? -_- hadeehhh, rasanya mau tak cakar-cakar itu anak.

“Bay kok lo pake sendal??” Luki nanya heran.

“Lahh cuma Gunung Pulosari doank. Sendal aja cukup” jawabku sombong dan yakin bahwa medan Gunung Pulosari nggak selevel dengan gunung Ungaran or Gunung Andong yang pernah kunaiki. Lagipula kita kan cuma sampai curug, ngapain sepatuan. #Gerahh.

Akhirnya semua orang siap. Kami langsung berangkat menuju TKP yang katanya menempuh kurang lebih 2 jam perjalanan. Aku digonceng Mas Imam. Motor yang kubawa terpaksa harus dititipin di penitipan motor.

Perjalanan Cilegon ke Pandeglang ternyata naudzubillah jauhnya. Ini yang aku benci jika menjadi penumpang. Bokongku terasa panas dan nggak enak sekali. Selain itu kakiku juga terasa pegal karena cantolan kaki motor Mas Imam yang tinggi sekali. Alhasil selama perjalanan aku gerasa gerusu maju mundur, dan naik turunin kaki yang hampir terasa mati rasa. -_-

2 jam perjalanan terasa seperti penyiksaan bagiku. Arggghhh.

Akhirnya kami sampai di TKP. Wow segar banget pokoknya. Suasana yang jauh sekali tak sama dengan Kota kami Cilegon.

Sebelum muncak, kami bagi-bagi barang bawaan. Bukannya nambah ringan, momen bagi-bagi ini malah menambah beban yang aku emban. Iyah barang bawaanku ditambah air aqua mineral seberat 1.5 liter. Ditambah punyaku berarti total ada 3 liter atau 3 kg. Ditambah lauk dan jajanan yang aku bawa. Ohhh Beratnyoo.

“lahhh berat ik, pokoknya ini air aqua 1,5 liter punyaku lohh. Nggak boleh ada yang minta. Soalnya aku nggak biasa nahan haus”. Ujarku protes.

“Iyaahh,, nanti gantian bawanya. Tenang aja.” Balas Dirja.

Semua siap dan pukul 10 pagi menjelang siang kami pun berangkat.... -_-

Namanya juga muncak, otomatis jalanan yang ditempuh yah menanjak. Baru mulai 15 menit jalan nafasku sudah terpogah-pogah. Yah gimana nggak? Beban yang aku bawa itu ada banyak sekali, mulai dari lemak berlebihan dan barang bawaan. -_- ditambah aku yang menggunakan celana jeans. Hadeeehh

Jalanku yang lambat membuat aku diposisi terakhir bersama dengan Mas Imam dan Dirja.

“Bay mau gorengan nggak?” Tawar Dirja

Sialannn. Si Dirja malah makan gorengan dengan lahap lagi, udah gitu dia ngerokok dengan mudahnya. Lahh aku? Nyedot oksigen aja rasanya udah kaya nyedot air pake hidung.

Badan panas, otak panas. Yang di depan juga si Luki malah teriak-teriak nggak banget. “Bayu Sehat??”

Kampret emank tuh orang. Bikin nambah rungsing aja nih hati. Pengen tak amuk itu si Luki. Cerewet banget soalnya.

Sekitar 20 menit berjalan kaki tanpa harapan. Ceillah. Perjalanan kami mulai banyak berhenti. Setiap habis tanjakan yang curam kami berhenti dan berhenti. Hahaha. Momen begini aku senang banget. Bisa nyelonjorin kaki sambil minum. Hahah

Pada suatu istirahat. Aku bertanya. “Curugnya masih jauh nggak? Kita sampai curug kan?”

“masih 40 menitan lagi bay, tanggung ahh sampai curug, sampai puncak aja gimana?” Jawab Mas Purno.

Nah suasana gini nih yang mulai mengarah ke rencana yang macem-macem.

“Iyahh puncak aja yuk, biar bagus photo-photonya” Jawab Mba Imaz semangat.

Yang lainnya ikut setuju.

Lahh aku sama Ms Yanu kalah suara. Mau nggak mau ikutan sampai puncak ini. Ya Allah....

***

Dalam hati sebenarnya ngerengek, tapi mau gimana lagi yah selain ikut sampai puncak juga. Ahh yasudah itung-itung ngurusin badan yang sudah membengkak ini. Hiburku.

Susuran demi susuran terlewati.

Suasana suara air jatuh mulai kedengaran yang menandakan bahwa curug sebentar lagi. Dengan penuh semangat aku jalan cepat menyusuri jalan penuh batuan dan rindangnya pohon.

Dari jauh terlihat orang-orang ramai berkumpul. WOW ternyata curugnya indah banget. Dan airnya itu sejuk dan dingin pake banget. Aku langsung ngambil posisi duduk disebuah batu besar dengan kaki yang nyelup ke air. Bersama dengan Ms Yanu, Mba Imaz, Mas Imam, Ikhwan, Mas Purno, dan lainnya. Kami bersantai dibatu itu sambil selfie dengan gaya yang aduhai.
mantep yahh
Seru-seru pokoknya... gini nih momen yang paling aku kangeni ketika pergi muncak. Capek memang tapi suasananya itu yang bikin mau balik dan balik.

Sekitar 20 menit kami berhenti di curug. Jepret foto sana sini. Setelah capek hilang kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan menuju spot selanjutnya yaitu Kawah Gunung PuloSari.

Jadi untuk sampai puncak, seorang pendaki Gunung PuloSari harus melewati 2 spot spesial gunung pulosari, yaitu Curugnya dan Kawah Belerangnya.

“Ayooo Let’s Go!!!” ajak Mas Iman menuju batu besar banget yang dilengkapi dengan bambu sebagai pegangan untuk naik keatas.

“Buseettt, batunya gede pake banget” Hatiku terheran akan track yang harus dilewati.

Ikhwan bilang kalau perjalanan dari Curug ke kawah dan puncak itu harus melewati jalanan terjal dengan tanah merah dan batuan besar-besar. Dan benar saja, selama perjalanan ke kawah itu melewati jalanan yang terjalnya pake banget. Ditambah tanahnya licin karena hujan yang baru saja menimpa gunung Pulosari. Aku yang make sendal jenis slope kesusahan banget buat ngelewatin track yang ada. Tak heran dorongan serta uluran tangan banyak diberikan padaku. Hahaha

Dan sekali lagi posisiku di baris terakhir.

“Tahu gini nggak bakal pake sendal” Tukasku nyesal.

“Lah lagian juga pake sendal, udah tau temanya muncak” Balas Mas Imam.
Soal foto bisa banget senyumnya. padahal Capek
Aku yang nggak tahu kalau track Gunung Pulosari seperti ini sudah duluan menyepelekan bahwa tidak bakal sesusah gunung ungaran atau Prau. Sehingga aku anggap enteng. Tetapi kenyataannya mulai berbalik 180 derajat bahwa track Gunung Pulosari lebih sulit bila dibandingkan Gunung Ungaran, Prau, dan Andong.

Ya ampunn sumpah aku males banget setiap ngeliat jalan yang terjalnya minta ampun. Sandalku itu lohh hawanya mau copot-copot mulu. Kan nggak lucu kalau semisalnya terpeleset terus terjun bebas ke bawah.

Perasaanku paling males itu kalau ngeliat rombongan sudah diatas dan aku masih dibawanya. Mau banget tuker posisi...

Pokoknya banyak Hadehnya deh. Wkwkwk #ribet yah ngajak gua.

“Mas Minum!!” pintaku sadis

Dengan cekatan Mas Imam ngambilin minum di tas yang aku bawa. emank setia banget ini orang. paling mau buat disuruh ngambil minum. hahaha

Glek Glek Glek Glek... suara glegekan air membasahi tenggorokanku. “Ahhh Mantep... nihh!!” jawabku lega sambil memberikan botol ke mas imam ala majikan ke pembantu.. hahahah #Peace

Jalan penuh dakian curam sekitar 3 jam lebih mengantar kami hingga kawah. Yah namanya kawah pasti bau belerang dimana-mana.

Tiba-tiba “Bayyy,, badan kamu kok berasap???” Teriak Luki Heran

Orang-orang sekitar langsung tertuju padaku semua. “Iuuuhhh” ­emang dasar si Luki. Ngapain pake TOA segala, bikin malu aja. Kutengok badanku dan benar saja badanku berasap persis seperti cerobong.

Pokoknya nggak banget, udah gitu ditambah sama cekikikan orang-orang nggak jelas.

Di kawah ada banyak warung bambu yang berdiri. Disana juga banyak orang-orang yang sudah bangun tenda, ditambah ada yang masak juga. Pokoknya hiruk deh. Tapi seru.

Kami berjalan menuju ke warung yang terlihat sepi. Yah disana kami duduk sambil ketawa ketiwi bercanda dengan lelucon yang nggak banget. Duduk sambil menikmati secangkir teh dan hangatnya POP Mie. Pokoknya mantap...

Hujan turun dengan derasnya. Tapi tak kami hiraukan bahkan orang-orang masih rela hujan-hujanan demi ambil foto.

Sekitar jam 3’an hujan mulai reda. Kami solat dzuhur terlebih dahulu. Ahahah #telat tapi biarlah.
Siap Grak!!
Abis solat, si Dirja ngajakin ke puncak buat makan disana.

“Hah???? Puncak, mau makan aja harus ke puncak dulu!! Ya Allah” jawabku rungsing.

“Lohh iyahh donk, biar berkesan” jawab dirja penuh semangat

“Yoookkk” Anak-anak lain bersamaan mengiyakan gagasan dirja

Aku dan Ms Yanu cuma bisa misu-misu. Hahahah

Sambil jalan menuju spot pendakian aku bertanya “Emank kalau ke puncak berapa jam?”

“paling setengah jam” jawab Dirja.

Dalam hatiku setengah jam tak seberapa lah.. hahaha

Jalan keluar dari lokasi kawah aku dikagetkan dengan track yang ternyata lebih curam dari jalanan dari curug ke lokasi kawah.

Jalanan super mendaki ditambah jalanan berlumpur, disampingnya jurang, dan kabut yang tebal. Kewalahan aku mendaki dengan menggunakan sendal. Pokoknya licin habis. Takut banget kalau sampai nyemplung ke jurang disampingnya.

“Ya Allah ini bahaya banget” hatiku bergeming membayangkan semisalnya aku nggak ikut pasti lagi tiduran diatas kasur yang empuk sambil ditemani kipas yang berputar sejuk.

Membayangkan seperti itu membuat aku berpikir bagaimana turunnya. Bisa-bisa meluncur bebas nantinya.

Hujan mengguyur dengan lebat. Mataku hanya terfokus pada jalanan dan kehatian aku berjalan. Berjalan menyusuri tapak demi tapak yang mendaki curam.

“Ya Allah perjuangan mau makan aja harus gini dulu yah! nasib-nasib” tanyaku canda

Dibales dengan kekekan anak-anak.

Setengah jam lewat, itu yang namanya puncak nggak kunjung datang. “nanti kalau semisal jam setengah 5 puncak nggak nyampe-nyampe kita turun lagi aja” bilang Dirja.

“Heh??? Terus ngapain ke puncak ja! Tahu gini mending w nunggu di kawah!” balasku yang rasanya pengen guling-guling diatas tanah.

Menyusuri puncak ternyata memakan waktu berjam-jam yang tadinya hanya dikata 30 menit. PHP emang. Tapi semua terjawab ketika sudah sampai di puncak. Saat itu pukul 5 sore.

Sampai puncak kami disambut dengan beberapa orang yang telah mendirikan tenda mau nginep. Kemudian... Byuuuurr

Hujan deras melanda. Kami langsung kiplik-kiplik lari menuju mba-mba asal Jakarta yang sedang memegang mantel. Slup disulap menjadi payung massal. Hujan turun dengan semangatnya. Tapi tak kami hiraukan. Sambil nunggu hujan berhenti kami bercanda ala-ala komeng. Ketawa cetar membahana terdengar hingga penjuru puncak. Tertawa kami sambil makan kripik singkong merk Q’tela. Tangan basah ganti-gantian masuk ke bungkus yang membuat kripik tersebut seperti Sop sangking basahnya. Iuh banget pokoknya tapi tetap kami makan karena rasanya tidak berubah.

Blep blep. Makan dengan lahapnya.

Akhirnya hujan berhenti dan kami tak lupa foto-foto. Tak lupa gaya aduhai. Hahaha
Basah Kuyup
Setelah puas foto kami berpamitan untuk turun kembali.

“Ohhh jadi kita di puncak cuma numpang neduh yah?” tanyaku geram.. ahahah

Semua tertawa.

“Hujan sih yah jadi nggak bisa ngerasain makan di puncak” Mas Rasyid jawab.

Turun ternyata lebih enak. Licin memang tapi lebih enak karena tak terasa pegalnya akibat turun kami dibantu gaya gravitasi bumi. Kali ini aku berada diposisi depan bersama dengan Mas Imam. Dan depannya depan sekali karena turun kami yang begitu cepat.

Sesekali kami tunggu kawanan di belakang, tapi begitu terlihat kami jalan lagi.. hahaah enaknya jalan didepan. Melihat yang dibelakang harus melewati pijakan yang sudah kulewati. Puas rasanya. Hehehe

“Woooy yang dibelakang lama banget” Teriakku meledek mereka.. ahhah biar rasa.

“Ouhhh emnk Bayu nih! Nggak ingat tadi”, “Iuhhh songong beud”, “Tak susul kamu bay” begitulah respon dari mereka. Hahahha ketawa aku mendengar balasan mereka.

Turunnya ternyata lebih cepat dari dugaanku. Hanya butuh 1 jam. Berbeda kalau naik yang butuh waktu 2 jam.

Turun-turun kami sampai kawah dan langsung duduk di bebatuan. Ku keluarkan tuppeware biru dan putih dari dalam tas berisi Kentang Balado dan Omelet. Tak lupa tambahan Ms Yanu Ayam Goreng. Dirja langsung mengeluarkan nasi bungkus dari tasnya.

Bagi-bagi sembako pun dimulai. Kami duduk dibatu ala sedang rekreasi di pantai. Orang-orang melihat kekonyolan kami. Mungkin mereka terheran dengan niat kami yang sampai rela bawa nasi dan lauk pauk super sehat dalam kegiatan muncak. Yah bagaimana nggak? Kebanyakan orang muncak kan pasti bawanya mie instan, atau super bubur, pokoknya yang instan-instan lah.

Itulah kami.. hahaha selalu siap sedia kalau soal makanan sedangkan penunjang keselamatan muncak nomor sekian. hahaha

Nyam-nyam dengan lahap kami makan. Kenyang pokoknya. Setelah makan yah biasa foto-foto karena sudah jadi hobi kami. Cuci tangan, bersih-bersih sampah dan kami pun memutuskan untuk turun. #akhirnya harus turun jalan menempuh berjam-jam perjalanan.

Hari sudah mulai gelap. Kami mulai turun meninggalkan segala keindahan dan keramahan gunung pulosari Pandeglang. Sungguh pengalaman yang tak terlupakan.

Perjalanan sigap kami menyulap HP menjadi senter perjalanan. Dibungkus plastik dan dikaitkan ke tongsis. Flash HP sudah seperti lampu penerang jalan. Kali ini kami berjalan beriringan. Berbetuk baris yang memanjang. Aku berada di urutan depan si Ikhwan dan Mas Rasyid karena Ikhwan yang bertugas memegang senter di belakang. Ditengah ada Dirja, Ms Yanu, dan Luki, depannya lagi ada Mas Imam, Mba Imaz, temannya Mas Pur yang aku lupa namanya siapa dan Mas Pur.

Kami berjalan menyusuri jalan setapak dan gelapnya malam.

Jelepak,, suara sandalku tak mampu bertahan. Sendal peninggalan almarhum ibu lepas begitu saja. Alhasil hanya menyisakan satu sandal tanpa alas. Licin rasanya dan kaki seperti ditusuk-tusuk. Mau ganti sendal tapi sayang anak-anak yang lain tak ada yang bawa cadangan. Mba Imaz sebenarnya bawa sepatu pink, hanya saja sepatu dia ketinggalan gegara keteledoran si Luki.

Yasudah aku harus hati-hati menyusuri jalanan ini.

Berjalan sekitar 2 jam'an, akhirnya penulusuran kami yang melelahkan mengantar kami hingga curug.

Yang aku ingat adalah jalanan curug yang tak telalu ribet. Karena jalanan hanya turun kebawah, dengan landai yang tak terlalu. Tapi batunya banyak yang membuat jalanku tertatih-tatih.

Sekitar setengah jam berjalan dari curug. Ikhwan memanggilku dari belakang.”Mas Bay,ini ada sendal loh...”

“Hahhh? Iyah???” jawabku sumringah dan langsung jalan membalik menuju ikhwan. Dan benar saja ada sendal jepit warna biru dengan telinga kelinci di bagian atasnya.. hahahah

Tapi lumayanlah buat ganti. Aku pakai dan plus, sendal sebelah ternyata sudah putus menyisakan sebelahnya lagi. Aku lihat dan berpikir kenapa nggak pakai sendal selangan aja. Tapi kusadari bahwa sendalku yang rusak sebelah kiri, sedangkan sendal jepit yang kutemukan juga sebelah kiri. Yasudah dengan terpaksa aku pakai sendalku disebelah kanan dan sendal jepit di sebelah kiri. Alhasil aku dapat jalan tanpa khawatir tertusuk batu-batuan.

Akhirnya terlihat lampu dari rindangnya pohon menandakan bahwa sebentar lagi kami sampai parkiran. Senang banget rasanya.

Semangat jalan, dan jalanku dan Ikhwan dikejutkan oleh penampakan kalajengking persis dengan yang ada di film-film. Heboh aku teriak “kalajengking gede banget”. Maklum baru seumur-umur melihat kalajengking.

Kemudian, orang tak dikenal maju dan langsung menginjak kalajengking tersebut.

“lohh kok dibunuh mas? Kan kasihan” tanyaku tak setuju.

“Yah daripada gigit orang mas” jawabnya santai

“tapi kan bukan berarti harus dibunuh, dia juga makhluk hidup yang ingin merasakan hidup. Tahu gini aku nggak teriak” Hatiku menyesal.

Move on dari tragedi kalajengking, aku merasa senang karena akhirnya kami sampai kebawah dengan baju yang kotor, basah karena hujan, dan selamat.

Langsung kami bersih-bersih mandi. Yang bawa baju ganti mungkin enak. Sedangkan aku yang tidak bawa, harus rela pulang naik motor. Basah-basahan. Tapi tak mengapa. Aku cukup senang, puas dan bangga dengan acara ini walaupun sangat melelahkan. Karena dari acara ini hubungan kami semakin kuat. Hahahha

Setelah bersih-bersih, kami konvoi motor bersama menuju Kota Tercinta Rumah. Saat itu sudah pukul 10 malam. Dengan bokong panas, badan merinding disco, dan kaki pegal, kami sampai rumah pukul 12 malam pokoknya.
Selama perjalanan pulang aku terus berpikir orang yang jualan hingga ke daerah kawah. Betapa besar perjuangan mereka harus naik setiap hari membawa barang jualan menyusuri jalanan terjal yang memakan waktu hingga berjam-jam demi sesuap nasi bagi keluarganya. Sedangkan aku hanya mengeluh dan mengeluh saat menanjak. Rasanya sungguh tak pantas.
Sampai rumah aku bersih-bersih, mandi, dan merendam baju dan celanaku yang sudah coklat-coklat.
Kemudian lanjut tidur. 3 Hari setelahnya aku terkenan demam. Hahahah

Tapi sungguh pengalaman yang sangat TOP. Dan masih ingin muncak ke puncak lain. Sekian.

Terimakasih sudah mau baca, jangan lupa subscribe dan like FP blog kami. Terimakasih 
Sibayukun
Sibayukun Pria mochi yang suka bergalau, suka ngemil, suka ngedekem di kamar, suka ngegambar, suka melamun, dan kadang cheesy. Hahahah

2 komentar untuk "Naik Ke Puncak Gunung Pulosari Pandeglang"

Comment Author Avatar
saya sih yes yes yeeesss !!! selamat mas bay masih strong *_^
Comment Author Avatar
Hahhaha... Strong karena terpaksa. Wkwk

Yukk.. Ngobrol!! Biar makin kenal😂