Yang Menyakitkan dari Kehilangan
Daftar Isi
Ya Allah tabahkanlah mereka, kuatkanlah mereka.
Malam itu emang langit sedang tidak bersahabat. Hujan terus mengguyur sepanjang hari di Kota kami dari pagi hingga petang. Alhasil malam sabtuku terkena imbasnya. Rencana nonton gagal sepenuhnya.
Langit sepertinya tau apa yang kurasakan saat ini. Sepi gemuruh di tengah ramainya manusia.
Tak banyak yang kulakukan pada saat itu. Hanya duduk dalam kamar bersender pada dipan kasurku sambil dengerin lagu dan mengetik beberapa tulisan yang bisa kutulis.
Tepat pukul 10 malam, kabar duka secara tiba-tiba muncul di layar HP. Kuraih dan kubaca. Ternyata pada saat itu, bencana Gempa tengah melanda bagian Selatan Pulau Jawa, tepatnya Jawa Barat dekat dengan Kota Tasikmalaya.
Jangkauan getarannya cukup jauh. Bahkan terasa hingga Semarang Jawa Tengah.
Pada saat itu pun, langit di kota kami pun sedang sejadi-jadinya. Hujan deras ditambah sambaran kilatan petir dan suara gemuruh menambah mencekamnya suasana itu setelah mendengar kabar duka tersebut.
Tak banyak yang bisa kulakukan selain mencari-cari informasi kondisi di lokasi. Sesekali kuhubungi temanku di Jawa Tengah menanyakan apakah mereka baik-baik saja.
Gerakan detik jam telah berhasil mengantarkan jarum pendek ke angka 11 dan jarum panjang ke angka 15. Gemuruh Hujan pun sudah tak sederas 1 jam yang lalu. Kucoba tarik selimut untuk melelapkan mataku.
Akan tetapi, belum 10 menit. Sayup-sayup mataku dibangunkan oleh hp yang berdering kencang menandakan telpon masuk. Akibat jarak Hp yang harus membuatku bangun dari kasur untuk mengambilnya, membuat aku malas untuk mengangkatnya..
“Ahh sudahlah, besok-besok pun bisa. . .” Begitu pikirku.
Kuhiraukan nada dering itu dan kucoba lanjutkan untuk memejamkan mata kembali.
Tapi apa daya, Hp itu terus berdering yang membuatku berpikir.. “Bagimana jika penting??”
Dengan enggan, Aku beranjak dari kasur dan berjalan menuju HP yang kuletakkan samping TV tepat di depan kasurku.
“Mas Yudi on Call” begitu tulisannya.
“Apaa mas??? Udah malam ini looh..”
“Kemana aja sih??? Gue jemput lo sekarang!!”
“hah??? Ngapain??? Masih mau kumpul??? Udah malam... Males aku.” Tanyaku heran.
“Istrinya Adit keguguran.. ini kita-kita lagi mau berangkat ke RS!!”
“Astagfirullahal Adzim.... *diam sejenak...... i-i-iya mas. Tak tunggu...” jantungku rasanya seperti berhenti mendengar kabar dari Yudi. Kepala terasa amat berat, dan dada ini mulai terasa sangat sesak. Kucoba cari inhaler dalam tasku dan bernafas sebaik-baiknya.
Aku turun untuk ganti pakaian. Pikiran dalam kepala ini tak bisa untuk tenang dan terus memikirkan hal-hal tentang mereka.
“Ya Allah,,, bagaimana dengan istrinya Mas Adit.. apakah dia baik-baik saja???”
Tentu kalian tak akan pernah bisa membayangkan perasaan Orang tua yang harus rela kehilangan calon anak pertamanya. Apalagi yang kutahu usia kandungan beliau sudah memasuki bulan ke-8.
Bahkan aku sudah menyiapkan kado untuk calon anaknya itu. Terbungkus rapi dalam balutan kertas kado berwarna biru bermotif mainan bayi. Sebuah alat sterilisasi botol susu dan buku panduan membesarkan anak pertama.
Sepertinya aku tak akan melihat mereka tertawa saat membuka kado tersebut karena isinya dan catatan kecil yang kutulis buat mereka dengan kata-kata candaan dalamnya.
Ya Allah,,, tabahkanlah mereka. dan berikan keselamatan bagi Istrinya.
Hati ini memang tak selalu tegar jika mendengar kabar duka yang dialami oleh teman-teman sekitarku. Hal serupa juga pernah dialami oleh keluarga kecil yang dibina oleh teman kerjaku, Mas Aat yang juga harus kehilangan calon anak pertamanya di usia kandungan yang telah memasuki umur ke 9 pada bulan maret lalu.
Aku pun bahkan juga telah menyiapkan kadonya yang hingga saat ini masih kusimpan rapi dalam gudang rumah.
Melihat istrinya Mas Aat saat itu yang tegar dan masih dapat menyiratkan senyuman kecilnya saat kusalami dia. Membuat mata ini berlinang menahan segala kemungkinan yang terjadi pada wajah ini. Tak pernah bisa kubayangkan bagaimana perasaan seorang Ibu yang telah lama menantikan kelahiran sang buah hati.
Ya Allah.... :’( maaf jika aku bukanlah pria yang kuat dalam mengartikan arti sebuah kehilangan.
Yudi sudah di depan rumah. Kami pun bergegas menuju RSKM Cilegon.
Hujan rintik-rintik menemani kepergian kami malam itu. Derunya semburan angin kian terus menabrak lajuan motor kami.
“Bay obat asma lu bawa semua kan yah?? Cuaca lagi dingin soalnya..” teriak Yudi di tengah lajunya kendaraan...
“hahhh?? ... iyah bawa kok ini ada di dalam tas.” Jawab gue.
“kegugurannya kenapa yah?? Tau??” Tanya gue.
“belum bay... gue cuma dikabarin dari si Afran..”
“Ya Allah kasian banget..”
Sesampainya kami di lokasi, kami langsung menuju ke bagian persalinan. Di sana, Kulihat beberapa keluarga Mas Adit tengah duduk dan berdiri menunggu hasil operasi.
Mas Adit duduk terpisah dari perkumpulan itu. Dia duduk di kursi paling ujung berdua dengan Mas Afran.
Aku berjalan menuju mereka...
“Mas. Gimana???” tanyaku...
“Bay.....” dia berdiri dan menyalamiku.
Dengan suara ponggah, dan mata yang mungkin terlihat menahan. “Yang sabar yah mas, yang kuat” ucapku.
“jadi gimana keadaannya sekarang dit??” Tanya Yudi
“di dalam lagi,,,,, di operasi” jawabnya singkat
“awalnya gimana mas?? Mba Rani nggak jatuh kan yah???”tanyaku
“dari siang bay, Istri sms ngeluh perutnya nggak ada gerakan. Kubilang ke dia mungkin emang lagi capek bayinya.... tapi sampe sore gerakannya belum juga muncul. Biasanya kalau sore sering gerak bayinya. Istri udah mulai panik mikir yang nggak-nggak. Yaudah abis magrib aku ajak dia periksa, abis pulang kerja nanti. Pas di cek sekitar jam 7 di USG. Ternyata dokter bilang kalau detak jantung bayinya nggak di temuin. Baru jam 10an tadi dokter nyaranin buat di operasi.”
“Ya Allah..... kuatkanlah mba Rani...” doaku dalam hati
Pukul 11an, operasi telah selesai. Dokter bilang Mba Rani baik-baik saja dan Bayi memang sudah meninggal dalam kandungan.
Aku, Mas Afran, Mas Adit, dan Ibu mba Rani masuk ruangan operasi.
Mba Rani sedang tertidur lemas. Kulihat Mas Adit langsung memeluk Mba rani, lalu mengecup keningnya. Disusul dengan Ibunya.
Dengan sedikit senyuman kusalami Mba Rani yang masih dalam keadaan lemas.
Sang suster mengantarkan Mas Adit menuju libasan kain putih. Kemudian Ia melantunkan lantunan adzan tepat di sampingnya.
Melihat kondisi itu, aku lebih memilih untuk keluar. Tak kuat menahan dan terus bertanya bagaimana dengan perasaan mereka.
Ya Allah maafkanlah hamba...
Pukul 2 pagi aku pulang dengan Mas Afran. Sesampai di rumah, Aku menuju kamarku dan kulihat kado biru di bawah kasurku. Kuambil kado itu, kemudian ku bawa ke gudang, dan diletakkan di atas kado Mas Aat. Tepat di atas kadonya, Kutempel secarik kertas bertuliskan 15 Desember 2017.
“Tabah dan kuat yah untuk kalian berdua...”
Malam itu emang langit sedang tidak bersahabat. Hujan terus mengguyur sepanjang hari di Kota kami dari pagi hingga petang. Alhasil malam sabtuku terkena imbasnya. Rencana nonton gagal sepenuhnya.
Langit sepertinya tau apa yang kurasakan saat ini. Sepi gemuruh di tengah ramainya manusia.
Tak banyak yang kulakukan pada saat itu. Hanya duduk dalam kamar bersender pada dipan kasurku sambil dengerin lagu dan mengetik beberapa tulisan yang bisa kutulis.
Tepat pukul 10 malam, kabar duka secara tiba-tiba muncul di layar HP. Kuraih dan kubaca. Ternyata pada saat itu, bencana Gempa tengah melanda bagian Selatan Pulau Jawa, tepatnya Jawa Barat dekat dengan Kota Tasikmalaya.
Jangkauan getarannya cukup jauh. Bahkan terasa hingga Semarang Jawa Tengah.
Pada saat itu pun, langit di kota kami pun sedang sejadi-jadinya. Hujan deras ditambah sambaran kilatan petir dan suara gemuruh menambah mencekamnya suasana itu setelah mendengar kabar duka tersebut.
Tak banyak yang bisa kulakukan selain mencari-cari informasi kondisi di lokasi. Sesekali kuhubungi temanku di Jawa Tengah menanyakan apakah mereka baik-baik saja.
Gerakan detik jam telah berhasil mengantarkan jarum pendek ke angka 11 dan jarum panjang ke angka 15. Gemuruh Hujan pun sudah tak sederas 1 jam yang lalu. Kucoba tarik selimut untuk melelapkan mataku.
Akan tetapi, belum 10 menit. Sayup-sayup mataku dibangunkan oleh hp yang berdering kencang menandakan telpon masuk. Akibat jarak Hp yang harus membuatku bangun dari kasur untuk mengambilnya, membuat aku malas untuk mengangkatnya..
“Ahh sudahlah, besok-besok pun bisa. . .” Begitu pikirku.
Kuhiraukan nada dering itu dan kucoba lanjutkan untuk memejamkan mata kembali.
Tapi apa daya, Hp itu terus berdering yang membuatku berpikir.. “Bagimana jika penting??”
Dengan enggan, Aku beranjak dari kasur dan berjalan menuju HP yang kuletakkan samping TV tepat di depan kasurku.
“Mas Yudi on Call” begitu tulisannya.
“Apaa mas??? Udah malam ini looh..”
“Kemana aja sih??? Gue jemput lo sekarang!!”
“hah??? Ngapain??? Masih mau kumpul??? Udah malam... Males aku.” Tanyaku heran.
“Istrinya Adit keguguran.. ini kita-kita lagi mau berangkat ke RS!!”
“Astagfirullahal Adzim.... *diam sejenak...... i-i-iya mas. Tak tunggu...” jantungku rasanya seperti berhenti mendengar kabar dari Yudi. Kepala terasa amat berat, dan dada ini mulai terasa sangat sesak. Kucoba cari inhaler dalam tasku dan bernafas sebaik-baiknya.
Aku turun untuk ganti pakaian. Pikiran dalam kepala ini tak bisa untuk tenang dan terus memikirkan hal-hal tentang mereka.
“Ya Allah,,, bagaimana dengan istrinya Mas Adit.. apakah dia baik-baik saja???”
Tentu kalian tak akan pernah bisa membayangkan perasaan Orang tua yang harus rela kehilangan calon anak pertamanya. Apalagi yang kutahu usia kandungan beliau sudah memasuki bulan ke-8.
via, pixabay.com |
Sepertinya aku tak akan melihat mereka tertawa saat membuka kado tersebut karena isinya dan catatan kecil yang kutulis buat mereka dengan kata-kata candaan dalamnya.
Ya Allah,,, tabahkanlah mereka. dan berikan keselamatan bagi Istrinya.
Hati ini memang tak selalu tegar jika mendengar kabar duka yang dialami oleh teman-teman sekitarku. Hal serupa juga pernah dialami oleh keluarga kecil yang dibina oleh teman kerjaku, Mas Aat yang juga harus kehilangan calon anak pertamanya di usia kandungan yang telah memasuki umur ke 9 pada bulan maret lalu.
Aku pun bahkan juga telah menyiapkan kadonya yang hingga saat ini masih kusimpan rapi dalam gudang rumah.
Melihat istrinya Mas Aat saat itu yang tegar dan masih dapat menyiratkan senyuman kecilnya saat kusalami dia. Membuat mata ini berlinang menahan segala kemungkinan yang terjadi pada wajah ini. Tak pernah bisa kubayangkan bagaimana perasaan seorang Ibu yang telah lama menantikan kelahiran sang buah hati.
Ya Allah.... :’( maaf jika aku bukanlah pria yang kuat dalam mengartikan arti sebuah kehilangan.
Yudi sudah di depan rumah. Kami pun bergegas menuju RSKM Cilegon.
Hujan rintik-rintik menemani kepergian kami malam itu. Derunya semburan angin kian terus menabrak lajuan motor kami.
“Bay obat asma lu bawa semua kan yah?? Cuaca lagi dingin soalnya..” teriak Yudi di tengah lajunya kendaraan...
“hahhh?? ... iyah bawa kok ini ada di dalam tas.” Jawab gue.
“kegugurannya kenapa yah?? Tau??” Tanya gue.
“belum bay... gue cuma dikabarin dari si Afran..”
“Ya Allah kasian banget..”
Sesampainya kami di lokasi, kami langsung menuju ke bagian persalinan. Di sana, Kulihat beberapa keluarga Mas Adit tengah duduk dan berdiri menunggu hasil operasi.
Mas Adit duduk terpisah dari perkumpulan itu. Dia duduk di kursi paling ujung berdua dengan Mas Afran.
Aku berjalan menuju mereka...
“Mas. Gimana???” tanyaku...
“Bay.....” dia berdiri dan menyalamiku.
Dengan suara ponggah, dan mata yang mungkin terlihat menahan. “Yang sabar yah mas, yang kuat” ucapku.
“jadi gimana keadaannya sekarang dit??” Tanya Yudi
“di dalam lagi,,,,, di operasi” jawabnya singkat
“awalnya gimana mas?? Mba Rani nggak jatuh kan yah???”tanyaku
“dari siang bay, Istri sms ngeluh perutnya nggak ada gerakan. Kubilang ke dia mungkin emang lagi capek bayinya.... tapi sampe sore gerakannya belum juga muncul. Biasanya kalau sore sering gerak bayinya. Istri udah mulai panik mikir yang nggak-nggak. Yaudah abis magrib aku ajak dia periksa, abis pulang kerja nanti. Pas di cek sekitar jam 7 di USG. Ternyata dokter bilang kalau detak jantung bayinya nggak di temuin. Baru jam 10an tadi dokter nyaranin buat di operasi.”
“Ya Allah..... kuatkanlah mba Rani...” doaku dalam hati
Pukul 11an, operasi telah selesai. Dokter bilang Mba Rani baik-baik saja dan Bayi memang sudah meninggal dalam kandungan.
Aku, Mas Afran, Mas Adit, dan Ibu mba Rani masuk ruangan operasi.
Mba Rani sedang tertidur lemas. Kulihat Mas Adit langsung memeluk Mba rani, lalu mengecup keningnya. Disusul dengan Ibunya.
Dengan sedikit senyuman kusalami Mba Rani yang masih dalam keadaan lemas.
Sang suster mengantarkan Mas Adit menuju libasan kain putih. Kemudian Ia melantunkan lantunan adzan tepat di sampingnya.
Melihat kondisi itu, aku lebih memilih untuk keluar. Tak kuat menahan dan terus bertanya bagaimana dengan perasaan mereka.
Ya Allah maafkanlah hamba...
Pukul 2 pagi aku pulang dengan Mas Afran. Sesampai di rumah, Aku menuju kamarku dan kulihat kado biru di bawah kasurku. Kuambil kado itu, kemudian ku bawa ke gudang, dan diletakkan di atas kado Mas Aat. Tepat di atas kadonya, Kutempel secarik kertas bertuliskan 15 Desember 2017.
“Tabah dan kuat yah untuk kalian berdua...”
Posting Komentar